SMA Plus Negeri 17 Palembang mengirimkan 8 tim peneliti muda pada lomba penelitian International Science Technology and Engineering Competition (ISTEC) 2020 untuk kategori senior high school students (pelajar SMA/SMK). Masing-masing tim terdiri dari 2 orang sehingga keseluruhan peserta dari SMA Plus Negeri 17 Palembang sebanyak 16 siswa.
Mereka terdiri dari 3 tim mengikuti bidang Engineering, 1 tim Bidang Technology, dan 4 tim Bidang Science. Para peneliti tersebut dibimbing oleh pembina KIR, Ibu Widya Grantina, yang akrab dipanggil Maam Wyd.
Perhelatan lomba dilakukan di Indonesia dengan Bandung sebagai tuan rumah, pada tanggal 13 hingga 16 Januari 2020. Kompetisi ini diselenggarakan oleh Indonesian Young Scientist Association (IYSA) dan Bandung Creative Society (BCS). Karya peserta dipamerkan dalam bentuk produk dan poster di booth sesuai lokasi bidang lomba di Graha Manggala Siliwangi. Peserta harus menjawab pertanyaan-pertanyaan dari juri dan visitors yang berkunjung ke booth mereka. Penjurian untuk setiap kategori dilakukan oleh 2 orang juri sesuai bidangnya yang datang dalam waktu berbeda.
Pengumuman pemenang dilakukan di Graha Pos Bandung mulai pukul 19.00 hingga pukul 24.00. SMA Plus Negeri 17 Palembang berhasil meraih 2 Gold Medals, 4 Silver Medals, dan 2 Bronze Medals, dengan rincian sebagai berikut.
1. M. Gusti Redho dan Athirah Salsabila (Gold Medal bidang Engineering)
2. Ahmad Abizar Al Ghiffari dan Siti Raudhah Fathonah Nurimani (Gold Medal bidang Science)
3. Althaf Nawadir Taqiyyah dan Farizki Kurniawan (Silver Medal Bidang Technology)
4. Rachelya Ayu dan Natasya Fatimah Salim (Silver Medal Bidang Science)
5. Muhamad Arya Saputra dan Farhan Aurelino (Silver Medal Bidang Science)
6. Ferza Kasyeva Adha dan M. Faris Samudera (Silver Medal Bidang Science)
7. Ibnu Ahmad Zhafir Aly dan Jihan Salsabila (Bronze Medal Bidang Engineering)
8. Aisyah Shafa Nadhirah dan Alfathiah Safanissa (Bronze Medal Bidang Engineering)
Berikut ini kisah para pemenang mulai dari melakukan penelitian, terlibat dalam kompetisi, dan setelah pengumuman pemenang.
M. Gusti Redho dan Athirah Salsabila (Gold Medal bidang Engineering)
Dari awal mendengar kompetisi ini, kami berdua sangat tertarik dan sudah berekspektasi tinggi bahwa ISTEC akan menjadi salah satu pengalaman yang sangat berharga, terutama karena ini adalah kompetisi tingkat internasional.
Bagian tersulit adalah menemukan ide. Sedangkan bagian paling melelahkan dan ribet adalah menguji alat yang telah dibuat. Bagian ini membuat kami harus rela meninggalkan beberapa jam pelajaran karena kami berpacu dengan waktu deadline yang semakin dekat, bolak-balik ke Pasar 16 untuk membeli alat yang rusak karena pemanasan, bahkan berselisih pendapat karena hasil observasi yang kurang baik.
Setelah produk pertama jadi, kerja keras tidak lantas berhenti sampai di situ, karena penulisan abstract tidak semudah yang kami pikirkan. Semua peserta ISTEC dan pembimbing berkumpul di ruang guru hingga malam hari untuk menuntaskan abstract saat siswa-siswa dan guru-guru lain mungkin sedang menikmati mimpi indah. Jam 12 malam.
Selama mengikuti kompetisi, kami harus menjelajahi Gramedia di kota Bandung untuk membeli beberapa bahan dekorasi booth yang tak kami duga diperlukan di lokasi pameran. Karena kegiatan dilakukan selepas sholat Isya dan tidak mengenal kota Bandung, kami sempat berjalan kaki dan tersesat, sebelum akhirnya memilih transportasi online. Membuat dekorasi masih kami lakukan hingga pukul 2 dini hari di hotel tempat kami menginap.
Saat kami diumumkan sebagai peraih Gold Medal, kami merasa seolah beban berat baru saja diangkat dari pundak kami. Bahkan pulang jam 11 malam dari sekolah saat penulisan dan pengiriman abstrak bersama teman-teman peserta lain dan Maam Wyd di hari deadline menjadi hal yang manis. Terlepas dari semua proses selama mengikuti kompetisi ini, kami belajar banyak hal. Kami mendapatkan banyak pengalaman berharga yang tidak akan kami dapatkan di sekolah, serta belajar tentang pentingnya sabar, ikhlas, dan kerja sama.
Ahmad Abizar Al Ghiffari dan Siti Raudhah Fathonah Nurimani (Gold Medal bidang Science)
Cerita kami dimulai dari keinginan liburan bareng teman-teman. Modal utama kami mengikuti kompetisi ini adalah video-video edukasi di Youtube. Kami berdua tidak memiliki pengalaman meneliti selain tugas Bugemm. Belum lagi perbedaan sifat antara kami berdua yang bagaikan dua sisi mata uang: satu anggota kerap dirundung cemas karena sikap super relaxing dari anggota lainnya.
Selama sebulan kami harus berulang kali mengurus surat dispensasi agar bisa melakukan penelitian di rumah karena alat dan bahan tidak memungkinkan dibawa setiap hari ke sekolah. Selama melakukan penelitian, kami sempat ragu apakah alat yang kami buat bisa bekerja karena kami hanya mengandalkan teori dan dukungan belasan jurnal. Setelah alat jadi, kami masih sempat bingung menentukan nama, hingga akhirnya memutuskan ‘Magic Straw’ sebagai nama ‘paten’ alat yang kami ciptakan.
Saat judging day dimulai, itulah puncak ketegangan kami dalam berkompetisi. Pengunjung booth kami umumnya ibu-ibu dan adik-adik pelajar SMP. Beberapa kelompok siswa SD dan SMP meneriakkan nama produk kami saat melewati booth kami karena nama tersebut terpampang besar di poster booth.
Ada hal menarik selama judging day, yaitu pembimbing kami (Maam Wyd) dipanggil oleh salah satu juri untuk melayani beberapa pertanyaan dari juri, padahal aturan lomba melarang pembimbing mendekati area booth saat penjurian. Bahkan juri menawarkan untuk menguji hasil penelitian kami menggunakan alat sederhana yang dimilikinya. Hal ini memberikan angin segar pada kami bahwa produk kami tidak dipandang sebelah mata oleh juri.
Pada awarding night, kami tak henti berdoa serta meminta doa dari keluarga, teman-teman sekelas, dan para sahabat. Saat nama kami dinyatakan sebagai peraih Gold Medal, tanpa terasa air mata menetes dan mengalir di pipi kami. Air mata kebahagian, ungkapan syukur atas pencapaian tertinggi di kompetisi ini, dan sekaligus bahagia tak terkira sebagai bukti hasil kerja keras kami beberapa bulan terakhir.
Akhirnya niat kami terwujud: liburan bareng, plus medali emas terkalung di leher.
Farizki Kurniawan dan Althaf Nawadir Taqiyyah (Silver Medal Bidang Technology)
Hal tersulit dalam mengikuti event ini adalah menentukan ide yang akan dijadikan bahan penelitian. Kami baru mendapatkan ide sekitar seminggu sebelum deadline pendaftaran. Kami mengajukan ide kepada maam Wyd, pembimbing kami, untuk bersama-sama merevisi bagian-bagian yang kurang dan menonjolkan sisi inovatif penelitian sehingga menjadi sesuatu yang berbeda dengan penelitian-penelitian yang pernah ada. Hal sulit lainnya adalah kesulitan mencari bahan yang kami butuhkan serta perakitan alat.
Kecemasan kami berlanjut saat deadline pengumpulan abstract namun produk kami belum selesai secara utuh. Terpikir untuk berhenti tetapi semangat yang dtularkan teman-teman peserta lainnya membuat kami tak menghentikan langkah. Pembuatan aplikasi yang semula kami pikir cukup mudah ternyata tidak hanya memakan waktu tetapi juga tingkat kesulitan tinggi. Untuk itu kami dibantu coach di bidang IT. Penyempurnaan aplikasi selesai hanya tiga hari sebelum keberangkatan.
Karena tidak sempat menata booth kami sampai selesai di hari pemasangan poster, kami begadang hingga jam 2 pagi untuk pembuatan dekorasi agar langsung bisa dipasang keesokan harinya.
Dari 2 juri yang menilai, juri pertama membuat kami cemas karena tidak terlalu banyak bertanya. Padahal munculnya pertanyaan menandakan penelitian kami bernilai. Untungnya juri kedua lebih bersahabat dan meningkatkan optimisme kami.
Awarding night adalah malam puncak kecemasan kami tetapi alhamdulillah berakhir dengan medali perak sebagai penghargaan atas penelitian kami.
Rachelya Ayu dan Natasya Fatimah Salim (Silver Medal Bidang Science)
Kami mencari ide dengan memulainya dari mengamati lingkungan sekitar. Dalam proses bimbingan, amat banyak bagian yang harus kami revisi, termasuk berulang kali mengganti prosedur treatment bahan dan pengulangan proses pembuatan produk penelitian. Kami juga harus meninggalkan waktu belajar, antara lain untuk menguji hasil penelitian kami di Universitas Sriwjaya di Indralaya.
Dukungan teman-teman sekelas di kelas XI-1 MIPA, sesama peserta dari SMA Plus Negeri 17 Palembang, Maam Wyd sebagai wali kelas sekaligus pembimbing, dan niat untuk membanggakan berbagai pihak, membuat kami terus bekerja menyelesaikan penelitian. Di saat penelitian tersebut, membagi waktu adalah hal yang cukup sulit karena KBM berikut tugas-tugas dari guru masih harus dijalankan.
Rasa minder dan pesimis sempat menyeruak ketika mengamati dekorasi dan hasil-hasil penelitian dari berbagai daerah di Indonesia serta peserta-peserta dari luar negeri. Kami mempersiapkan diri sebaik-baiknya dengan mengingat-ingat semua diskusi kami dengan pembimbing, termasuk bagaimana cara menjawab pertanyaan-pertanyaan juri dengan lugas dan tepat. Setelah penjurian kami merasa lega sekaligus takut dengan hasil yang akan kami terima. Ketakutan muncul karena kami tidak tahu apakah jawaban-jawaban kami memuaskan para juri.
Berpelukan beberapa kali adalah yang kami lakukan setelah nama kami diumumkan sebagai pemenang Silver Medal. Kami menangis haru bersama. Perasaan lega yang sesungguhnya akhirnya datang, ada perasaan tak percaya bahwa kami mampu melewati ini semua. Perjuangan dan kerja keras yang telah kami lakukan selama 3 bulan melakukan penelitian seolah diputar kembali di depan mata kami saat berdiri di atas panggung menunggu pengalungan medali
Mengikuti lomba ISTEC memberikan pengalaman dan kenangan yang sangat berharga bagi kami. Kesempatan menambah pengetahuan dan referensi penelitian melalui kunjungan ke booth peserta lain, bersosialisasi dengan sesama pelajar dari berbagai penjuru Indonesia, dan mengenal bangsa-bangsa lain adalah beberapa hal positif yang langsung kami dapatkan.
Akhirnya, kami membuktikan kata-kata bijak yang selama ini sering kami dengar: semua usaha tidak akan pernah menghianati hasil.
Ibnu Ahmad Zhafir Aly dan Jihan Salsabila (Bronze Medal Bidang Engineering)
Ide penelitian kami bermula dari mengamati tumpukan sampah di pinggir jalan yang kami lalui setiap pergi dan pulang sekolah. Setelah mendapatkan ide, kami diminta pembimbing untuk membuat deskripsi alat. Kami bingung bukan main karena ini adalah lomba penelitian yang pertama kali kami ikuti. Akhirnya kami berhasil membuat deskripsi alat di hari deadline pendaftaran, meskipun tentu saja direvisi habis-habisan oleh Maam Wyd.
Pembuatan abstract berbenturan dengan penyelesaian Bugemm, sehingga kami agak keteteran dalam mengatur waktu. Penulisan, revisi, dan pengiriman abstract kami lakukan hingga malam hari dan itu cukup melelahkan. Kelegaan pertama adalah kami dapat mengirimkan berkas kami beberapa jam sebelum deadline berakhir. Artinya, kami terdaftar sebagai peserta. Tinggal menunggu LoA (Letter of Acceptance) sebagai bukti lolos atau tidaknya penelitian kami. Penelitian kami hentikan saat PAS karena pembimbing meminta kami semua fokus pada PAS.
Selama judging day, debar dada kami jauh lebih kencang dari biasanya dan ini berlangsung sepanjang hari karena cukup lama menunggu juri datang ke booth kami. booth kami banyak dikunjungi anak-anak SD dan SMP karena produk kami menyerupai mobil-mobilan. Adik-adik tersebut umumnya lebih tertarik dengan bentuk dan kerja produk dibandingkan kegunaannya.
Saat nama kami diumumkan memperoleh Bronze Medal sebenarnya kami agak kecewa. Namun di lain pihak, kami sangat bersyukur mampu menyelesaikan penelitian dan mengikuti kompetisi ini. Pengalaman ini memberikan motivasi kepada kami untuk bekerja lebih baik, lebih keras, dan lebih efektif di kesempatan berikutnya.
Aisyah Shafa Nadhirah dan Alfathiah Safanissa (Bronze Medal Bidang Engineering)
Awalnya kami tidak berniat sama sekali mengikuti kompetisi ini karena kami menilai terlalu singkat waktu yang diberikan untuk melakukan penelitian. Namun melihat teman-teman lain akan ‘liburan bareng’ di Bandung membangkitkan rasa nekat kami dalam arti yang positif. Kami menyanggupi tantangan Maam Wyd sebagai pembimbing kami untuk membuat ice melter, yang kemudian kami kembangkan menggunakan tenaga angin dan proses hybrid.
Pembuatan abstract bersama pembimbing di sekolah hanya dilakukan salah satu dari kami karena kendala kegiatan lain. Itu kali pertama saya di sekolah hingga pukul 11 malam. Komunikasi antara kami berlangsung melalui LINE. Malam itu, kami bolak-balik membuka LINE Chat dan Google translate untuk memperoleh deskripsi terbaik bagi penelitian kami. Setelah abstract terkirim, perasaan lelah tergantikan oleh perasaan lega yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata.
Penelitian ini tidak hanya menyita waktu, uang, dan tenaga, tetapi juga pikiran Kami harus menjelajahi Pasar 16, toko bangunan, gang-gang kecil dan sempit, serta toko listrik untuk melengkapi alat dan bahan yang diperlukan dalam pembuatan produk penelitian kami. Padahal kami berdua perempuan. Bahkan pada satu pencarian bahan penelitian, kami mendapatkan catcalling yang membuat kami kurang nyaman.
Untuk menyelesaikan penelitian, kami juga berkonsultasi dengan Pak Abdul Kohar (guru TIK) dan mendapatkan bantuan dari Kak Kms. Habil Sabilirohim (Ketua KIR Angkatan 20) dan kakak laki-lakinya. Kami juga mendapatkan bantuan saudara sepupu kami untuk mendesain poster sehingga tidak terlalu banyak revisi yang kami lakukan. Alhamdulillah, Maam Wyd suka dengan desain poster dan produk final kami.
Pada awarding night, kami menjadi dua sosok yang menggelikan: Aisyah Shafa menahan tangis sedangkan Alfathiah Safanissa gugup setengah mati. Bronze Medal tidak buruk untuk hasil lomba yang awalnya bahkan niat pun tidak ada, serta segudang pengalaman yang tak akan terlupakan. (wyd)